Ketika berencana memiliki rumah melalui skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR), pertimbangan antara KPR konvensional dan syariah sering muncul. Kedua jenis KPR ini memiliki karakteristik tersendiri.
Berikut ringkasan perbedaan antara KPR konvensional dan syariah:
1. Aspek Pengawasan
KPR konvensional berada di bawah pengawasan Bank Indonesia. Sebaliknya, KPR syariah, selain diawasi oleh Bank Indonesia, juga memiliki pengawasan tambahan dari Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bersumber dari Dewan Syariah Nasional. Tujuan DPS adalah memastikan kebijakan perbankan selaras dengan prinsip syariah sesuai fatwa MUI.
2. Model Pembiayaan
KPR konvensional menerapkan skema hutang dalam pembiayaannya. Di sisi lain, KPR syariah menerapkan model murabahah, di mana bank membeli properti dan menjualnya kembali kepada konsumen.
Ada juga model IMBT (Ijarah Muntahiya Bittamlik) yang intinya adalah akad sewa dengan opsi akhir kepemilikan. Sementara itu, dalam KPR konvensional, bank tidak membeli properti.
Mereka hanya memberikan pinjaman uang kepada nasabah, dan nasabah menggunakan uang tersebut untuk membeli properti dari developer atau pemilik sebelumnya. Nasabah kemudian mengembalikan pinjaman tersebut beserta bunga selama periode waktu yang ditentukan.
3. Pelaksanaan Akad
Proses dua tahap akad di bank syariah mencerminkan prinsip jual beli yang sesuai dengan hukum syariah. Dalam skema ini, bank syariah memastikan bahwa mereka benar-benar memiliki aset (dalam hal ini, properti) sebelum menjualnya kembali kepada konsumen dengan margin keuntungan.
Tahap pertama melibatkan akad pembelian antara bank dan developer, di mana bank secara sah membeli properti. Setelah itu, pada tahap kedua, bank menjual properti tersebut kepada konsumen dengan harga yang sudah ditentukan dan mencakup margin keuntungan bagi bank.
Dengan cara ini, bank syariah memastikan bahwa setiap transaksi mereka sesuai dengan prinsip syariah, terutama dalam hal menghindari riba (bunga).
4. Struktur Keuntungan
Bank konvensional mengambil keuntungan dari bunga pinjaman. Sebaliknya, bank syariah memperoleh keuntungan dari margin selisih harga pembelian dan penjualan. Misal, bank membeli rumah dengan harga Rp 1 miliar dan menjualnya seharga Rp 1,5 miliar kepada konsumen.
5. Besaran Cicilan
Untuk KPR konvensional, besaran cicilan bisa berubah sesuai dengan suku bunga acuan dari Bank Indonesia. Namun, KPR syariah menawarkan skema cicilan tetap atau skema cicilan dengan peningkatan yang sudah ditentukan sejak awal.
6. Metode Pelunasan
KPR konvensional memungkinkan pelunasan dipercepat dengan denda tertentu berdasarkan sisa pokok. Sementara di KPR syariah, pelunasan lebih awal bisa mendapatkan potongan margin sehingga nasabah hanya membayar sebagian dari margin total.
Dalam merenungkan pilihan antara KPR Syariah dan Konvensional, setiap calon pemilik rumah harus mempertimbangkan prinsip-prinsip, mekanisme, dan dampak finansial dari masing-masing pendekatan.
KPR Syariah, dengan landasannya yang kuat pada prinsip-prinsip syariah, menawarkan transparansi dan konsistensi dalam pembayaran, sementara KPR Konvensional menawarkan fleksibilitas dan kecepatan dalam proses pendanaan.
Pilihan terbaik tentunya tergantung pada kebutuhan, keyakinan, dan situasi finansial individu. Semoga dengan memahami komparasi ini, Anda dapat mengambil keputusan yang tepat untuk masa depan rumah Anda.