Terbenam dalam misteri Danau Tempe, terungkaplah kisah sejarah dan legenda yang melingkupi perairan ini, mengajak para pengunjung untuk menjelajahi rahasia alam dan budaya yang tersembunyi di balik gemerlap air danau yang penuh cerita.
Danau Tempe, salah satu danau terluas di Sulawesi Selatan, berada di antara tiga kabupaten: Wajo, Sidenreng Rappang, dan Soppeng. Secara geografis, Danau Tempe berada di Kecamatan Tempe, bagian barat Kabupaten Wajo, menjadikannya sebagai salah satu destinasi utama di daerah tersebut.
Kisah asal-usul Danau Tempe dimulai dari jutaan tahun yang lalu. Disebut sebagai “danau purba”, danau ini membawa cerita sejarah geologis yang panjang. Prof Adi Maulana dari Universitas Hasanuddin menyatakan bahwa awalnya, wilayah yang kini menjadi Danau Tempe adalah cekungan yang mirip dengan sungai raksasa, memanjang di tengah Sulawesi Selatan.
Menurut Prof Adi, sekitar 20.000-10.000 tahun silam, akhir dari era es menyebabkan kenaikan permukaan air laut. Sebagai akibatnya, cekungan tersebut berubah menjadi wilayah berair. “Ini berlangsung pada akhir era es, mungkin sekitar 10.000-20.000 tahun yang lalu,” kata Prof Adi. “Awalnya, itu hanya cekungan. Namun, setelah es mencair dan permukaan air laut naik, cekungan tersebut mulai terisi air,” tambahnya.
Ketika itu, wilayah tersebut menghubungkan bagian timur dan barat Sulawesi. Namun, adanya aktivitas tektonik menyebabkan bagian dari wilayah berair tersebut naik dan terputus dari lautan. “Sebuah aktivitas tektonik menyebabkan beberapa bagian wilayah itu meningkat, sehingga terputus dari Selat Makassar dan Teluk Bone. Namun, karena air sudah ada di cekungan tersebut, air tersebut terperangkap, menjadikannya sebagai Danau Tempe,” urainya.
Berdasarkan jurnal dari Universitas Hasanuddin berjudul ‘Studi Tanaman Air dan Ekologi-Fisika Danau Tempe, Sulawesi Selatan’, kenaikan wilayah sekitar Danau Tempe terjadi sekitar 10.000-6.000 tahun SM, saat lempeng tektonik Australia dan Eurasia bertabrakan, mengakibatkan kenaikan daerah sekitar danau.
Transformasi Danau Tempe Seiring Waktu
Kegiatan geologis yang terjadi di masa lalu membuat Danau Tempe Purba terpisah menjadi tiga bagian yaitu: Danau Buaya, Danau Sidenreng, dan yang terakhir adalah Danau Tempe. Setelah peristiwa itu, berbagai perubahan alam berlanjut dan mengubah bentuk Danau Tempe Purba menjadi Danau Tempe yang kita kenal saat ini.
Profil Geologis Danau Tempe
Sebagai salah satu danau terbesar di Sulawesi Selatan, Danau Tempe menyebar luas sekitar 47.800 hektar. Menurut jurnal yang telah disebutkan, Danau Tempe dikenali sebagai sebuah danau tektonik di Indonesia. Secara geologis, danau ini berada di pertemuan lempengan Benua Australia dengan Asia, dikelilingi oleh rangkaian gunung yang terbentuk akibat benturan antara lempeng Australia dan Eurasia.
Danau Tempe menjadi titik pertemuan bagi 13 sungai dari berbagai wilayah di Sulawesi Selatan. Ini menjadikan volume air danau sangat tergantung pada aliran air dari sungai-sungai tersebut, sehingga danau ini bersifat sebagai rawa banjiran.
Dalam keadaan normal, Danau Tempe mencakup wilayah sekitar 15.000-20.000 hektar. Namun, saat musim kering dengan kedalaman air hanya sekitar 1 meter, luasnya menyusut menjadi sekitar 1.000 hektar. Di saat banjir besar, luasnya bisa meningkat hingga 48.000 hektar.
Danau Tempe saat ini menghadapi masalah pendangkalan yang signifikan. Banyak bagian danau yang kini telah berubah menjadi daratan. Dari analisis citra satelit Landsat dari tahun 1981, 1989, 2000, dan 2015 yang diambil saat musim hujan dan hasil survei lapangan pada 2025, terlihat bahwa luas permukaan Danau Tempe semakin menyusut selama dua dekade terakhir.
Penurunan permukaan danau selama periode itu mencapai lebih dari 15 hektar. Jika tidak ada upaya konservasi yang dilakukan, dikhawatirkan luas danau akan terus menyusut. Sebuah kajian menunjukkan laju penurunan mencapai 1,48 kilometer persegi setiap tahunnya. Dengan laju tersebut, Danau Tempe diperkirakan akan lenyap pada musim kemarau tahun 2093.